Selamat Bekerja Tuan Presiden...

Selamat Bekerja Tuan Presiden...







Ibnu Katsir mengisahkan tentang keputusan yang diambil Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz langsung mengadakan fit and proper test bagi para pejabatnya. “Wahai manusia, barangsiapa yang masih ingin menemani kami (menjadi pejabat pemerintah), maka hendaklah ia menemani kami dalam lima hal. Jika tidak, maka hendaklah ia menjauhi kami (melepaskan jabatan). Pertama, melaporkan kepada kami kebutuhan orang yang tidak bisa melaporkannya langsung kepada kamu. Kedua, membantu kami menjalani kebaikan dengan seluruh tenaga. Ketiga, menunjukkan kepada kami hal-hal baik yang tidak kami ketahui. Keempat, tidak menjelekkan seorang pun di hadapan kami. Kelima, tidak menunjukkan sesuatu yang tidak menjadi perhatian kami,” demikian Umar bin Abdul Aziz bertitah.

Lalu, reshuffle pertama yang ia lakukan adalah, menyingkirkan kumpulan para penyair dari kalangan pejabat pemerintah. Ahli pidato juga termasuk menjadi kelompok yang dieliminasi dari struktur abdi negara. Umar bin Abdul Aziz mempertahankan ahli fiqih dan pejabat-pejabat yang dikenal hidup zuhud selama ini. Kepada mereka Umar bin Abdul Aziz selalu meminta pertimbangan atas semua permasalahan yang akan diputuskan. Sang khalifah tidak pernah mengambil keputusan tanpa mengumpulkan ahli fiqih dan pejabat-pejabat zuhud yang diangkat menjadi teman dan pembantunya.

Kekuasaannya tak lama. Hanya sekitar dua tahun lima bulan saja. Tapi dalam waktu sesingkat itu, ia memerintah dengan sangat adil dan bijaksana, hingga kesejahteraan bukan saja menjadi milik penduduk yang dipimpinnya, tapi juga dirasakan oleh srigala-srigala di hutan yang tak pernah merasa kelaparan.

Dengan sangat tegas, saya ingin membandingkan kepemimpinan sang khalifah dengan kepemimpinan nasional hari ini di Indonesia. Dengan sangat tegas, saya meminta kita semua menarik garis lurus perbandingan tanpa harus membuat alasan pemakluman. Dengan sangat tegas, saya berharap kita semua kisah ini jangan dianggap dongeng semata dan berlalu tanpa hikmah.

Jika hendak mencari alasan pemakluman, sungguh kita akan mendapatkan selaksa alasan. Dan jika kita menolak untuk dibandingkan, kita juga akan menemukan sejuta kilah untuk memperkuat hujjah.

Kabinet Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK)

Sebelumnya, Hari Senin, 20 Oktober 2014, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Yang membedakan dengan sebelumnya, kali ini pelantikannya tidak hanya khidmat di Gedung MPR, tetapi juga meluap ke luar. Dengan kereta kencana pasangan terpilih dalam Pilpres 2014 ini diarak. “Pesta rakyat” dan istana menyambutnya. Inilah babak baru sejarah politik Jokowi sebagai manusia politik paling fenomenal di Indonesia saat ini.
Pelantikan Hari Senin terjadi ketika kebekuan politik nasional cair, terutama pasca-pertemuan Jokowi dengan Prabowo Subianto, rivalnya dalam pilpres. Sebelumnya, para pendukung Jokowi sangat resah dengan sikap Prabowo dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelaksanaan pilpres. Pasca-penolakan seluruh gugatan oleh MK, ternyata tidak menyurutkan agenda politik KMP untuk, dan akhirnya,
“menguasai kepemimpinan parlemen”. Kondisi demikian, semakin mengkhawatirkan kubu pro-Jokowi.

Pertemuan Jokowi dengan Prabowo, kendatipun tidak menghapus formasi kepolitikan yang sudah terbentuk , merupakan perkembangan politik penting dalam proses komunikasi politik antar-elite nasional. Jokowi tampak menyadari betul bahwa mencairkan kebekuan komunikasi adalah bagian integral dari pekerjaannya sebagai presiden terpilih. Nyatanya, Jokowi mampu memainkan peran sebagai komunikator politik “tanpa beban”, ketimbang Megawati Soekarnoputri.

Gegap gempitanya pelantikan Jokowi-JK pun manandai puncak “euforia” pendukungnya. Masa bulan madu tengah berlangsung sejak kemenangannya, dan pesta pelantikan menandai babak awal yang “pasang naik”. Tumpuan harapan, terutama terhadap kebijakan-kebijakan yang populis, segera dijatuhkan ke pasangan yang didukung oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) itu. Para pendukungnya memang masih belum dilekangkan dengan janji-janji populis kampanye pilpres yang membuat harapannya melonjak.

“Kharisma” Jokowi hadir dari gaya kepemimpinannya yang populis. Populisme politik, kendatipun tidak ada definisi baku terhadapnya, sangat menonjol dalam kepemimpinan Jokowi sejak ia menjadi Walikota Surakarta, kemudian Gubernur DKI Jakarta. Jokowi meringkasnya populisme dalam istilah “blusukan”. Ia mendatangi warga dan berbincang-bincang dengan mereka. Ia juga membuat kebijakan yang kelihatannya sepele, tetapi membuat publik mengapresiasinya, setelah terus-menerus diberitakan media massa.
Begitu dilantik, maka Jokowi-JK resmi masuk ke gelanggang politik kenegaraan, sebagai aktor utama perpolitikan bangsa sebagai representasi utama kelembagaan eksekutif. Indonesia menganut sistem presidensial dalam pemerintahannya, karenanya, kendatipun bisa direpotkan oleh parlemen, presiden punya kekuatan politik yang besar. Pengelompokan politik parlemen ke dalam KMP dan KIH, teoritis berdampak pada penguatan sistem presidensial. Karenanya dengan realitas kepemimpinan parlemen yang didominasi penyeimbang, tidak perlu dikhawatirkan, kendatipun menuntut kecanggihan komunukasi politik.
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla juga telah mengumumkan susunan kabinetnya di halaman Istana Negara, pada Ahad Sore. Jokowi-JK memutuskan tidak menamakan kabinet mereka dengan Kabinet Trisakti, seperti yang sebelumnya diprediksi. Jokowi-JK justru menamakan Kabinet Kerja.

Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan penetapan menteri dilakukan dengan hati-hati dan cermat. Hal ini agar menteri yang dipilih bisa bekerja maksimal selama 5 tahun. Selain itu, Jokowi juga mencatat bahwa langkah mereka melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK untuk mendapatkan tokoh yang akurat dan tepat..

Harapan

Semoga saja Kasus-kasus besar tentang pelanggaran hukum dan penyelewengan kekuasaan semakin gamblang dan terang pada masa lalu yang  Korupsi bukan kepalang jumlahnya. Memang terungkap dan menjadi isu besar yang coba untuk ditangani. Tapi bukan itu saja masalahnya, para pembantu presiden sendiri yang terjerat isu sumir tentang ini. Semoga tidak terjadi.

Tentang gaya hidup, sudahlah, jangan dibahas dan ditanya. Tentang menyenangkan hati penguasa, juga jangan didibicarakan lagi, sudah sangat kasat mata. Semoga di kabinet ini benar apa yang menjadi slogannya, merakyat dan bekerja...

Al Marwazi pernah menceritakan, ketika baru menjabat sebagai khalifah panglima dan pemimpin pasukannya menghadap Umar bin Abdul Aziz. Mereka menawarkan agar sang khalifah menggelar pawai pasukan di hadapannya lengkap dengan persenjataan mereka. “Tidak usah. Apa bedanya aku dengan kalian? Aku hanyalah seorang laki-laki dari kaum Muslimin!” tandas khalifah menolak usulan pamer kekuatan.

Tuan presiden, apa bedanya Anda dengan kami? Anda juga seorang warga negara Indonesia biasa, yang hari ini mendapat amanah berat melebihi warga yang lainnya. Terlebih lagi, Anda juga seorang laki-laki di antara kaum Muslimin yang kelak juga akan berdiri di depan Allah SWT untuk diadili seadil-adilnya.

Tidak perlu meminta semua yang istimewa, tapi lakukan semua dengan cara dan hasil istimewa. Ingatlah kisah tentang sang khalifah, yang tak punya anggaran untuk membeli anggur buat dirinya. Dan dengan ringan dia menjawab tentang hal ini, “Ini lebih ringan daripada harus menanggung rantai dan belenggu-belenggu berat kelak di neraka jahanam!”
Selamat datang pemerintahan baru Jokowi-JK, selamat bekerja untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
*Tulisan ini dimuat di Harian Umum Kabar Banten edisi Selasa 28 Oktober 2014)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DOA PEMBUKAAN JAMBORE PENDAMPING DESA SE - PROVINSI BANTEN

SAMBUTAN KETUA DPD KNPI KABUPATEN SERANG PELANTIKAN PENGURUS DPD KNPI KAB SERANG PERIODE 2015-2018

Contoh Teks Doa Sumpah Jabatan PPS