Mencintai Rasululloh
Mencintai Rasululloh
Genderang
perang sebentar lagi ditabuh. Badar tak lama lagi akan berkecamuk. Sang Rasul,
bergegas menyiapkan pasukan kaum muslimin. Inspeksi pun dimulai. Sambil
memegang sebuah anak panah, panglima kaum muslimin itu pun memeriksa pasukan,
satu persatu.
Tibalah
beliau di hadapan Sawwad bin Ghazyah. Posisi tubuhnya agak melenceng dari
barisan. Dia tidak berbaris rapi. “Luruskan barisanmu, wahai
Sawwad!” Hardik Rasul sambil memecutkan anak panah di genggamannya ke
perut Sawwad. “Wahai Rasulullah!” sergah Sawwad, “Engkau telah membuat perutku
kesakitan,” akunya “Dan bukankah Allah telah mengutusmu dengan kebenaran dan
keadilan. Biarkan aku membalasmu.” pinta Sawwad kepada Rasul. Sontak, semua
sahabat yang mendengar ucapan Sawwad ini terkaget. Selancang inikah Sawwad
kepada Rasul yang mereka cintai?
Tapi Rasul
tak berpikir panjang. Beliau singkapkan bagian pakaiannya. Tampak putih kulit
perutnya. “Silakan, balaslah!” tegas sang Rasul mempersilakan
Sawwad membalas pukulan ke perutnya.
Hati para
sahabat berdebar-debar. Pikiran mereka disesaki seribu tanya. Sedemikian
nekadnya kah Sawwad? Apa yang ia pikirkan hingga ingin melakukan perbuatan
terkutuk itu? Bukankah Rasul adalah komandannya dan pemimpin mereka di medan
tempur? Dan bukankah pukulan ke perutnya itu adalah ganjaran atas ulah
kecerobohannya? Ah, mana mungkin kekasih pilihan mereka ini akan disakiti. Hati
mereka seakan berontak. Tapi apa daya, Sang Rasul telah mengambil putusan. Dan
Sawwad pun sedang mengambil ancang-ancang.
Saat
pikiran para sahabat mulia itu masih berkecamuk dengan sejuta tanya. Secepat
kilat Sawwad menyergap perut Sang Rasul. Dipeluknya tubuh manusia termulia itu.
Diciumnya halus kulit Hamba dan utusan Allah yang dia cintai. Beraur haru, para
sahabat semakin terheran.
“Apa yang
mendorongmu melakukan hal seperti ini, hai Sawwad!” tanya
Rasul setelah beliau menyaksikan apa yang dilakukan Sawwad. “Wahai Rasulullah!”
Jawab Sawwad, “Engkau telah menyaksikan apa yang kau lihat. Aku ingin di detik
terakhirku membersamaimu, kulitku bisa menyentuh kulit (tubuhmu).” aku Sawwad
blakblakan namun penuh ketulusan.
Para
sahabat terharu. Mereka baru mengerti apa yang diinginkan Sawwad. Maka
mengalirlah do’a-do’a Rasulullah untuk keberkahan sahabatnya yang unik ini.
Tanpa terasa, apa yang dilakukan Sawwad telah menyirami komitmen mereka untuk
mencintai rasul-Nya. Seperti inilah para sahabat mencintai Rasulullah. Adakah
kita mencintainya setulus sahabat mencintainya?
—
Kisah ini
bersumber dari atsar yang diriwayatkan Ishak dari Ibnu Hibban dari Was’i dari
para syekh kaumnya. Dan dinukil Syekh Walid al ‘Adzami dalam bukunya Ar Rasuul
Fii Quluubi ash haabihii yang diterjemahkan (dengan sedikit tambahan
redaksional) oleh Ufuk Islam. Beberapa referensi yang bisa
dijadikan rujukan tentang kisah ini: Sirah Ibnu Hisyam (jilid
2 halaman 279-280), Tarikh At Thabari (3/1319), Al
Isti’ab (2/673) dan beberapa referensi lainnya.
Komentar
Posting Komentar