QUO VADIS KNPI
Deklarasi Pemuda
Indonesia, 23 Juli 1973, merupakan landasan kelahirannya Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI), muncul dari sebuah kesadaran akan tanggung jawab pemuda
Indonesia dalam mengerahkan segenap upaya dan kemampuan untuk menumbuhkan,
meningkatkan, dan mengembangkan kesadaran sebagai suatu bangsa yang merdeka dan
berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Deklarasi Pemuda
bertujuan menindaklanjuti isi pesan suci Sumpah Pemuda yang telah menggariskan
kebutuhan keberhimpunan, dengan mengejawantahkan satu bangsa, satu tanah air,
satu bahasa, dan ikut mengisi kemerdekaan.
Dengan demikian
tanggal 23 Juli dijadikan tanggal hari peringatan lahirnya KNPI, dan KNPI
secara kelembagaan sebagai forum komunikasi pemuda, wadah kaderisasi dan
partisipasi pemuda Indonesia dibakukan dalam Kongres I KNPI tahun 1974.
Kini, hampir lewat Satu Bulan Kepengurusan DPP KNPI
Rifai Darus hasil Kongres XIV di Papua di lantik 29 April lalu dan
ternyata telah melahirkan perpecahan di organisasi kepemudaan sehingga beberapa
OKP mengadakan Cabut Mandat terhadap Ketua Umum DPP KNPI yang baru terpilih
hasil kongres Papua Rifai Darus. Hasilnya kemarin tepatnya tanggal 1
– 2 Juni 2015 Kongres Luar Biasa (KLB) KNPI di laksanakan di Jakarta dan
terpilihnya Fahd Arafiq sebagai ketua umum.
Dimasa perjalannnya KNPI telah XIV kali melakukan
pergantian kepemimpinan. Sebelumnya, tahun 2005 diadakan Kongres XI di Caringin
Bogor dengan terpilihnya Hasanudin Yusuf untuk periode 2005-2008, justeru
jelang akhir kepengurusan, KNPI di bawah kepemimpinannya terbelah menjadi dua
kubu. Kubu pertama adalah Kongres KNPI Ancol yang mempertahankan Hasanudin
Yusuf sebagai Ketua Umum DPP KNPI hasil Kongres 11, sedangkan kubu kedua adalah
Kongres KNPI Bali yang memecat kepemimpinan Hasanudin Yusuf diganti dengan Hans
Silalahi sebagai pejabat Ketua Umum DPP KNPI dalam forum Musyawarah Pimpinan
Paripurna (MPP) Juli 2008 yang lalu di Pekanbaru Riau.
Pada Pelaksanaan Kongres KNPI ganda tersebut,
Kepemimpinan Hasanudin Yusuf menggelar Kongres XII di Ancol Jakarta pada 25-28
Oktober 2008, kemudian terpilih Ahmad Doli Kurnia sebagai ketua umum, sedangkan
Kepemimpinan Hans Silalahi berkongres di Denpasar Bali 29-31 Oktober 2008,
dengan ketua umum terpilih Aziz Syamsudin. Keduanya pun saling klaim yang lebih
quorum dan konstitusional. Meski Buntut dari dualisme itu berlanjut ke
pengadilan, yang memutuskan jika kepengurusan KNPI yang sah adalah yang
dipimpin Ahmad Doli Kurnia.
Hal ini muncul karena langkah kontroversial Hasanudin
Yusuf yang mendirikan dan memimpin Partai Pemuda Indonesia (PPI) dinilai
menyalahi AD ART KNPI terkait independensi organisasi dan pecahnya konsentrasi
dalam memimpin KNPI karena harus berbagi dengan memimpin partai politik.
Pandangan yang memaklumi persoalan di atas, menilai bahwa secara organisatoris
ini tidak bertentangan dengan AD ART KNPI. Independensi yang dimaksud tidak
mengatur keterlibatan dalam sebuah partai politik manapun, karena secara
personal anggota/pengurus KNPI bebas menentukan sikap/pilihan politiknya
sepanjang tidak menyeret organisasi. Apalagi harus diakui hampir mayoritas
anggota/pengurus KNPI telah bernaung dalam partai politik yang ada di
Indonesia. Hanya saja keterlibatan Hasanudin yusuf sebagai pimpinan partai
politik adalah yang pertama kali di KNPI, sehingga menuai kontroversi.
Terdapat beberapa hal yang memicu kenapa KNPI pecah
dua, diantaranya : pertama, beda cara pandang dalam memaknai independensi KNPI
dan tarikan politis internal di atas; kedua, KNPI belum mampu menjawab tuntutan
perubahan realitas kepemudaan sehingga fenomena pro-kontra yang terjadi di atas
sesungguhnya menunjukkan bahwa KNPI sedang beradaptasi dengan perubahan itu
(menyangkut dari dependensi vs independensi terhadap negara, penyeragaman vs
keanekaragaman komponen pemuda, struktural presidensial vs presidium,
verifikasi OKP, peran dan fungsi Majelis Pemuda Indonesia/MPI, representasi OKP
vs DPD KNPI propinsi, keterlibatan unsur pemuda potensial dan lain-lain) yang
senantiasa dinamis; ketiga, rapuhnya kepemimpinan KNPI yang rentan pragmatisme
dan tanpa melalui proses kepemimpinan yang matang; keempat, lemahnya semangat
keberhimpunan dari segenap OKP yang berhimpun dalam KNPI; dan kelima,
intervensi pemerintah (kemenpora) kala itu yang begitu dominan daripada kecenderungan
untuk memfasilitasi kepemudaan melalui KNPI, hal ini dibuktikan dengan surat
edaran Kemenegpora kepada kepala daerah dan DPD KNPI Propinsi se-Indonesia agar
mendukung pelaksanaan Kongres KNPI 12 di Denpasar Bali. Selain itu juga
kegiatan-kegiatan kepemudaan hampir keseluruhan didominasi kementerian tersebut
sehingga KNPI cenderung menjadi subordinatnya.
Dua kongres tersebut dinilai banyak pihak sebagai
bentuk kegagalan kolektif kepemudaan nasional. Dalam kondisi demikian sulit
bagi KNPI untuk menunjukkan dedikasinya kepada publik. Betapa tidak, sebab
dualisme ini akan membawa KNPI terjebak pada cara berfikir dan bertindak untuk
menyelesaikan internalnya ketimbang masalah kebangsaan. Sebelum kongres ganda
ini terjadi pernah diusulkan untuk kongres bersama namun gagal, masing-masing
pihak tetap bersikeras pada sikapnya. Hal ini terus berlangsung hingga jelang
akhir periodesasi keduanya.
Catatan Hasil Kongres Bersama KNPI
Pada awalnya di tengah peringatan 86 Tahun Hari Sumpah
Pemuda, patut disyukuri dualisme KNPI itu telah menemui resolusi dan
rekonsiliasi untuk mencari jalan tengah dengan adanya kesepakatan dua belah
pihak yang berseteru itu untuk menjalankan Kongres Bersama/Islah KNPI pada
25-28 Oktober 2011 bertempat di Jakarta. Diharapkan segenap stakeholders yang
berhimpun dalam KNPI, utamanya OKP mesti melakukan retrospeksi dengan
gagasan-gagasan perubahan kepemudaan yang mengarah pada sistem yang lebih
adaptif/sesuai dengan jaman, mempertegas independensi, menepis dominasi negara
dan memperkuat semangat keberhimpunan dalam KNPI. Yang jelas cara apapun yang
akan dipilih sebagai jalan tengah harus tetap ditangani pemuda, pemerintah
justeru harus netral. Biarlah pemuda menyelesaikan sendiri persoalannya, dengan
pilihan untuk menyelesaikan konflik tanpa berniat untuk mempermanenkan konflik
KNPI.
Mekanisme Kongres bersama KNPI itu pun dilakukan
dengan membentuk panitia bersama/gabungan antardua pengurus KNPI, baik di tingkat
SC dan OC-nya. Namun, patut dicermati dengan digelarnya Kongres Bersama KNPI
tersebut bukan berarti ke depan benih-benih konflik telas usai.
Kenyataannya, justeru pelaksanan Kongres Bersama KNPI
yang semestinya mampu menyelesaikan konflik malah telah menimbulkan konflik
baru. Kongres Bersama KNPI kembali diwarnai kericuhan yang melahirkan konflik
baru dan bisa berujung pada bentuk mempermanenkan konflik KNPI. Kongres Bersama
KNPI yang mestinya menemui resolusi dan rekonsiliasi untuk mencari jalan tengah
atas konflik yang terjadi itu telah dikotori oleh sebuah keputusan ceroboh dan
kontroversial oleh oknum pimpinan sidang Kongres KNPI.
Pimpinan sidang
ceroboh memutuskan dan menetapkan Taufan EN Ratorasiko sebagai Ketua Umum/Ketua
Formatur DPP KNPI 2011-2014 yang hanya memperoleh 68 suara dari 159 suara
(42%). Padahal tahapan ini baru dimulai dari pemungutan suara tahap 1 yang akan
memilih dari tahap bakal calon menjadi calon ketua umum KNPI. Seorang bakal
calon Ketua Umum bisa menjadi calon jika ia memenuhi syarat dipilih oleh 20%
suara (32 suara) dari 159 peserta yang mempunyai hak suara. Jadi sebenarnya
posisi Taufan itu baru memasuki tahapan sahnya sebagai calon ketua umum bukan
ketua umum. Sebab, sesuai Tata Tertib Pemilihan Ketua Umum/Formatur DPP KNPI
pasal 3 butir f menyatakan bahwa Apabila hanya ada 1 calon ketua umum yang
mendapatkan 20% suara maka pemilihan suara diulang dengan hanya
mengikutsertakan calon ketua umum yang tidak mendapatkan 20% suara, sehingga
akan diperoleh lebih dari satu calon ketua umum. Setelah itu, barulah dilakukan
pemilihan Ketua Umum DPP KNPI 2011-2014 dengan melibatkan calon ketua umum yang
lebih dari satu itu. Kami mencatat, pimpinan sidang Kongres Bersama KNPI
ceroboh, salah membaca dan merujuk pasal terkait masalah di atas, yakni pasal 3
butir d, yang menyebutkan bahwa : ”Apabila jumlah bakal calon ketua umum KNPI
hanya 1 maka langsung ditetapkan menjadi calon ketua umum dan untuk selanjutnya
ditetapkan menjadi ketua umum”. Pasal ini tidak bisa digunakan untuk kasus ini,
sebab nyata-nyata bakal calon ketua umum KNPI yang ada tidaklah 1 melainkan 12
orang.
Disinilah persoalan yang menjadi kisruh itu terjadi,
keputusan Kongres Bersama KNPI banyak yang menggap tidak sah sebab bertentangan
dengan Tata Tertib Pemilihan Ketua Umum/Formatur DPP KNPI Pasal 3. Sehingga
dengan dipaksakannya hasil keputusan Kongres Bersama KNPI XIII tersebut telah
menyebabkan munculnya babak baru konflik KNPI Jilid II. Di satu pihak mengakui
Kongres telah selesai dengan terpilihnya Taufan sebagai Ketua Umum/Formatur DPP
KNPI 2011-2014, namun di pihak lain menyatakan bahwa Kongres Bersama KNPI alami
dead lock karena pemilihan ketua umum tidak sah/melanggar mekanisme yang
ditetapkan. Oleh karena itu, OKP, DPD KNPI Propinsi se-Indonesia, dan negara (baca
: Kemenpora) tidak bisa serta merta menerima hasil Kongres Bersama KNPI.
Apalagi dukungan suara yang didapat Taufan pada pemilihan tahap 1 itu hanya 42%
suara saja bukan 50%+1 suara sehingga dinilai masih prematur dalam memimpin
KNPI.
Hasil Kongres bersama itulah sebenarnya menjadi
pemetik awal api Dualisme kepengurusan KNPI tersebut berlanjut hinggal sekarang
Oleh karena itu maka, segenap komponen pemuda yang tergabung dalam KNPI musti
serius mendorong penyelesaian konflik KNPI tersebut, sekaligus memberikan
masukan-masukan positif dan gagasan alternatif yang mampu menghasilkan
kepemimpinan dan kepengurusan KNPI yang kuat dan solid dalam kran partisipatif
membangun bangsa dan negara.
Dalam perjalanan periode berikutnya dua kepengurusan
ini (Taufan Dan Akbar) melaksanakan kongres pada waktu yang sama dan tempat
yang berbeda.
Kepemimpinan Taufan melaksanakan Kongres di Papua yang
menghasilkan Rifai Darus sebagai ketua umum, sedangkan kubu Akbar Zulfakar
melaksanakan Kongres di Jakarta yang kemudian terpilihlah M Syamsuln Rizal (MSR).
Keberhimpunan pemuda Indonesia di KNPI bukanlah
sekedar berhimpun, sebab pemuda mengemban peran sejarah untuk menjadi pelopor
dan penggerak utama dinamika perkembangan bangsa dalam Pembangunan Nasional
Indonesia sekarang dan di masa yang akan datang.
Untuk itu Pemuda KNPI dituntut untuk senantiasa
melakukan reorientasi, reaktualisasi, revitalisasi, serta responsi atas fungsi
dan peran KNPI sehingga selalu kontekstual dalam menjawab tantangan jaman dan
kebutuhan bangsa. Dan yang terpenting menyelesaikan Dualisme KNPI.
Komentar
Posting Komentar