Kepemimpinan Nabi Muhammad
Adalah Muhammad SAW sosok manusia yang
memiliki sejarah paling sukses dalam menjalankan amanah yang diberikan
kepadanya dan paling besar pengaruhnya bagi ummat manusia. Sukses dan
pengaruh
Muhammad bagi dunia sampai dewasa ini dapat dilihat dari agama
islam yang dibawanya. Ciri kesuksesan yang diperlihatkan oleh agama yang
dibawahnya itu adalah pertama: agama ini terus berkembang baik segi
kualitas maupun kuantitas, kedua: ia menjagkau semua bangsa di berbagai
belahan bumi, dan ketiga: ia menjadi sistem bukan saja sebagai sistem
ritual tetapi menjadi sistem bermasyarakat dan berbangsa. Tidak semua
agama memiliki keadaan kondisi seperti dewasa ini. Ada agama besar dunia
yang tidak menjangkau semua bangsa; dan juga ada agama yang sekarang
penganutnya sudah tidak bertambah bahkan semakin berkurang, bahkan ada
agama yang dulu tergolong agama besar, sekarang tinggal kenangan
sejarah.
Tumbuh dan berkembangnya agama Islam
seperti ini, tentu saja selain karena keluhuran pesan kandungannya juga
karena sosok pembawanya yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan agama
ini kepada manusia sehingga dapat diyakini dan diterima serta
diteruskan dari generasi ke generasi.
Muhammad lahir sekitar 14 abad yang
lalu, tepatnya 751 masehi. Dan meninggal pada tahun dengan usia sedang
sedang saja (63 tahun) dibanding usia rata-rata manusia, bahkan relatif
singkat dibanding dengan usia nabi-nabi terdahulu, bandingkan usia nabi
Adam 930 tahun, Nuh 950 tahun, Ibrahim 175 tahun. Meskipun masa hidupnya
hanya 63 tahun, dan mengemban dakwahnya hanya 23 tahun, namun beliau
dapat menyaksikan sendiri keberhasilannya sebelum dia meninggal dunia,
yaitu:
- berhasil mengubah pahan paganisme yang kental dimiliki oleh masyarakatnya menjadi monoteisme, menyembah Allah Yang Satu.
- berhasil membangun satu kesatuan masyarakat dalam satu negara yang tadinya memiliki cara hidup bersuku-suku yang antara satu dengan lainnya selalu terjadi permusuhan.
- berhasil mengubah pola pikir masyarakatnya dan masyarat yang tertinggal menjadi masyarakat maju, sehingga dapat berpacu dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat non arab pada saat itu.
Atas sukses yang dicapainya dan
pengaruhnya yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia dalam
perjalanan sejarah, maka para pakar sosiologi dan sejarawan, baik muslim
maupun non muslim – selama menggunakan – referensi yang valid dan
analisa yang objektif pasti akan mengakui sukses dan pengaruhnya itu.
Tentu saja keberhasilan Muhammad itu, selain karena beliau memiliki
akhlakul karimah yang patut dicontoh dan diteladani, juga faktor
kepemimpinannya yang simpatik sehingga orang-orang yang menggunakan
nalar rasional pasti akan tertarik mengikuti dakwahnya. Ceramah singkat
ini Akan mencoba menguraikan beberapa ciri kepemimpinan Muhammad SAW
yang simpatik itu. Ciri ciri tersebut antara lain:
Kejujuran
Nabi Muhammad menjadikan kejujuran
sebagai tonggak utama ciri kepemimpinannya. Dalam salah satu hadisnya,
beliau mengatakan: kejujuran itu baik akan tetapi paling baik kejujuran
bila dimilki oleh pemimpin. Karena kejujuran itu maka beliau digelar
al-Amin yang artinya Sang Jujur. Beliau Jujur membuka kesalahannya
kepada ummatnya ketika beliau mendapat teguran dari Allah seperti yang
terdapat dalam Alquran surah Abasa.
Dalam surat itu dikemukakan bahwa ketika
nabi Muhammad berbicara dihadapan pemuka Quraisy Mekah lalu didatangi
oleh seorang orang buta yang bernama Abdullah ibn Maktum, Muhammad
ketika itu bermuka masam seraya memalingkan mukanya dari Ibn Maktum itu.
sikap Muhammad itu ditegur oleh Allah dan dengan jujur teguran itu
dibuka kepada kita semua. Kita memperoleh pelajaran dari kejujuran
Muhammad itu, bahwa seorang pemimpin janganlah takut dikritik dan jangan
segan-segan mengakui kekhilafan dan kesalahannya bila benar-benar
bersalah dan keliru.
Dengan kejujuran NAbi Muhammad pula
sehingga ia tidak segan-segan menghukum orang yang bersalah meskipun
anggota keluarganya dengan dilandasi sikap yang bijak dan simpatik.
Ketika ia dihadapkan pada satu isu yang melibatkan istri yang
dicintainya, Aisyah, ia bersedia menceraikannya bila benar-benar Aisyah
bersalah. Tetapi Aisyah ternyata tidak bersalah, hanya menjadi korban
isu dari orang lain, maka beliau tidak menceraikan istrinya.
Sebagai komitmen kejujurannya untuk menegakkan hokum, maka Nabi SAW bersabda:
Sekiranya Fatimah mencuri, maka ia pun aku potong tangannya.
Seperti kita ketahui, Fatimah adalah
puteri kesayangan Beliau. Dengan komitmen kejujuran pula, maka beliau
tida meninggalkan harta yang bertumpuk ketika ia meninggal dunia kecuali
uang 7 dinar dan pakaian yang melekat di badannya. Ia dapat menjadi
kaya raya sekiranya mau berlaku tidak jujur untuk menyerahkan harta
rampasan yang bertumpuk kepada orang yang berhak memilikinya. Tetapi
karena jujur, maka harta yang bertumpuk semuanya dibagi-bagikan kepada
pemiliknya. Kejujuran seperti ini yang harus dimiliki oleh pemimpin
dewasa ini, kejujuran untuk tidak mengambil sesuatu jika bukan haknya.
Perilaku jujur Muhammad ini menjadi salah satu daya tarik sehingga
beliau sukses dalam kepemimpinannya.
Toleran
Gaya Toleran adalah menjadi gaya
kepemimpinan Muhammad SAW karena toleransinya, maka ia mendapatkan
simpatik bak terhadap pengikutnya ditunjukkan ketika ia menerima aduan
dua sahabatnya (ia memanggil pengikutnya dengan istilah sahabat demikian
toleransinya) yang kembali dari perjalanan. Keduanya melaporkan bahwa
saat waktu shalat masuk dan tidak ada air, keduanya melakukan tayammum
lalu melaksanakan shalat. Tetapi waktu shalat yang bersangkutan belum
selesai , tiba-tiba keduanya menemukan air. Sikap keduanya berbeda, yang
satu tidak melakukan shalat lagi, karena sudah merasa memadai dengan
shalat tadi, tetapi satunya menggunakan air untuk wudlu dan mengulangi
shalatnya, setelah dilaporkan kepada Nabi Muhammad SAW beliau tidak
menyalahkan satu diantara keduanya. Beliau mengatakan kepada yang tidak
mengulangi shalatnya, “engkau benar dan telah melaksanakan sunnah”. Dan
kepada yang mengulangi shalatnya beliau mengatakan: “engkau tidak salah
dan bagimu dua pahala”.
Toleransi yang tinggi membuatnya selalu
menerima pandangan sahabatnya bila menetapkan sesuatu dalam urusan
sosial kemasyarakatan. Dan bilamana ia bermusyawarah ia dengan terbuka
selalu menerima pandangan dan pendapat lawan musyawarahnya selama saran
itu tidak merusak sendi-sendi aqidah dan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Suatu ketika saat ia menempatan pasukan muslim dalam
menghadapi musuhnya di Badar, lalu bertanya seorang sahabatnya yang
bernama Hubab bin Munzir tentang mengapa Rasulullah memilih tempat itu,
menurut Hubab tempat itu tidak strategis Hubab selanjutnya menyarankan
pindah ke tempat yang lain. Kemudian beliau menerima saran tersebut dan
memiondahkan pasukannya ketempat yang disarankan Hubab itu.
Pada perjanjian di Hudaibiah yang
dilakukan antara Nabi Muhammad dan shabat-sahabatnya dengan utusan
Quraisy. Pihak Quraisy melarang umat Islam meneruskan perjalanannya
masuk ke kota Mekah untuk melakukan ibadah umrah. Dengan semangat
toleransi yang sangat tinggi, Nabi menerima usl mereka untuk menunda
perjalanannya sampai tahun berikutnya. Dalam perjanjian tersebut juga,
beliau rela menerima usul utusan Quraisu untuk mencantumkan dalam teks
perjanjian kata kata “Muhammad Rasulullah” tetapi cukup dengan “Muhammad
Ibn Abdullah”.
Sikap toleransi Nabi diperlihatkan pula
ketika beliau bernegosiasi dengan tamunya dari Thaif yang mau menerima
islam dengan syarat yang diajukan kepadanya. Dalam negosiasi tersebut,
Nabi menolak sebagian permintaan mereka, yaitu: 1. Mereka tetap mau
melakukan perzinahan; 2. Mereka masih ingin praktek riba tetap
dijalankan, 3. Mereka tetap ingin mengkonsumsi minuman keras. Sementara
permintaan mereka ditolerir oleh Nabi untuk sementara waktu adalah:
mereka tidak ingin meninggalkan tradisi sesembahan berhala Al-Lata
selama 3 tahun; mereka ingin bebas dari pembayaran Zakat; dan mereka
tidak ingin ikut berjihad.
Sikap toleransi nabi juga ditunjukkan
saat ia didatangi tamu yang beragama Kristen dari najra, lalu Nabi
bersama sahabatnya menyambut mereka di Masjid Nabawi. Ketika ibadah
ritual mereka tiba, nabi mengizinkan mereka melaksanakannya di Masjid.
Beliau berkata kepda mereka: lakukanlah ritual kalian dalam masjid ini,
tempat ini adalah tempat ibadah kepada Allah. Praktek toleransi yang
dierlihatkan oleh Nabi dinyatakan dalam ungkapan: Aku diutus dengan
sifat penyantun dan toleransi.
Pemaaf
Sejalan dengan sifat toleransi yang
tinggi baik kepada kawan maupun kepada lawan, sifak yang menonjol dari
pribadi Nabi SAW adalah sifat pemaaf. Dari ajaran-ajarannya, baik yang
tercantum di dalam Quran maupun di Al Hadis, sejumlah anjuran bahkan
perintah untuk memberi maaf, bukan minta maaf. Hal itu menunjukkan
betapa mulia kedudukan orang pemaaf dalam islam. Salah satu faktor
keberhasilan Nabi dalam menjalankan risalahnya adalah sifat pemaaf itu.
Pernah suatu ketika, saat nabi sedang
beristirahat di bawah sebatang pohon, tiba-tiba didatangi oleh Da’tsur
dengan pedang terhunus dan akan membunuh beliau. Entah kenapa pedang itu
jatuh dan diambil alih oleh Nabi. Seketika itu kesempatan bagi Nabi SAW
untuk membunuh Da’Tsur, tetapi tidak dilakukannya dan bahkan beliau
memaafkannya. Da’tsur kemudian kembali ke sukunya dan mendakwahkan
Islam.
Jiwa pemaaf yang paling tinggi
diperlihatkan nabi Muhammad pada saat Fath al-Makkah (penaklukan kota
Mekah). Ketika itu dia tampil sebagai pemenang yang dapat melakukan
pembalasan terhadap penduduk mekah yang pernah mengusir Beliau dari
kampung halamannya; menyakitinya dan merampas hak miliknya dahulu. Lalu
hijrah ke Madinah bersama pengikut-pengikutnya. Namun, semuanya itu
dilupakan Nabi dan tidak melakukan pembalasan. Tetapi beliau memberikan
amnesti (pengampunan) secara menyeluruh kepada orang-orang yang pernah
berbuat salah kepadanya. Karena sifat pemaaf itu, maka mereka dengan
kesadaran mengikuti kepemimpinannya dan menganut agama Allah yang
didakwahkannya. Allah SWT berfirman dalam QS al Nashr 1-3:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Dengan demikian, jujur dan tolerans yang disertai dengan sifat pemaaf merupakan ciri pemimpin Nabi Muhammad saw. Yang patut dicontoh oleh umatnya terutama yang mendapat amanah menjadi pemimpin, baik formal maupun non formal. Wallah al-muwafiq ila aqwam al-thariq“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu liat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan memohonlah ampun kepada-nya sesungguhnya ia adalah mahpenerima taubat.’’
Komentar
Posting Komentar