JOKOWI PRIODE KEDUA
ODIH HASAN
Pengurus ICMI Banten
Ibnu
Katsir mengisahkan tentang keputusan yang diambil Umar bin Abdul Aziz
ketika menjadi Khalifah. Umar bin Abdul Aziz langsung mengadakan fit
and proper test bagi para pejabatnya. “Wahai manusia, barangsiapa
yang masih ingin menemani kami (menjadi pejabat pemerintah), maka
hendaklah ia menemani kami dalam lima hal. Jika tidak, maka hendaklah
ia menjauhi kami (melepaskan jabatan). Pertama, melaporkan kepada
kami kebutuhan orang yang tidak bisa melaporkannya langsung kepada
kami. Kedua, membantu kami menjalani kebaikan dengan seluruh tenaga.
Ketiga, menunjukkan kepada kami hal-hal baik yang tidak kami ketahui.
Keempat, tidak menjelekkan seorang pun di hadapan kami. Kelima, tidak
menunjukkan sesuatu yang tidak menjadi perhatian kami,” demikian
Umar bin Abdul Aziz bertitah.
Lalu,
reshuffle pertama yang ia lakukan adalah, menyingkirkan kumpulan para
penyair dari kalangan pejabat pemerintah. Ahli pidato juga termasuk
menjadi kelompok yang dieliminasi dari struktur abdi negara. Umar bin
Abdul Aziz mempertahankan ahli fiqih dan pejabat-pejabat yang dikenal
hidup zuhud selama ini. Kepada mereka Umar bin Abdul Aziz selalu
meminta pertimbangan atas semua permasalahan yang akan diputuskan.
Sang khalifah tidak pernah mengambil keputusan tanpa mengumpulkan
ahli fiqih dan pejabat-pejabat zuhud yang diangkat menjadi teman dan
pembantunya.
Kekuasaannya
tak lama. Hanya sekitar dua tahun lima bulan saja. Tapi dalam waktu
sesingkat itu, ia memerintah dengan sangat adil dan bijaksana, hingga
kesejahteraan bukan saja menjadi milik penduduk yang dipimpinnya,
tapi juga dirasakan oleh srigala-srigala di hutan yang tak pernah
merasa kelaparan.
Dengan
sangat tegas, penulis ingin membandingkan kepemimpinan sang khalifah
dengan kepemimpinan nasional hari ini di Indonesia. Dengan sangat
tegas, penulis mengharapkan kita semua menarik garis lurus
perbandingan tanpa harus membuat alasan pemakluman. Dengan sangat
tegas, penulis berharap kisah ini jangan dianggap dongeng semata dan
berlalu tanpa hikmah.
Jika
hendak mencari alasan pemakluman, sungguh kita akan mendapatkan
selaksa alasan. Dan jika kita menolak untuk dibandingkan, kita juga
akan menemukan sejuta kilah untuk memperkuat hujjah.
Kabinet
Joko Widodo (Jokowi)- Kiyai Ma’ruf Amin (KMA)
Sebelumnya,
Jokowi-Ma'ruf Amin telah dilantik menjadi presiden dan wakil presiden
RI 2019-2024,di Gedung MPR/DPR/DPD RI Senayan, Jakarta Pusat, Minggu
(20/10/2019). Tidak jauh beda dengan Priode pertama, kali ini juga
pelantikannya tidak hanya khidmat di Gedung MPR, tetapi juga meluap
ke luar. Acara pelantikan ini tak hanya menyita perhatian Tanah Air,
namun juga menjadi sorotan media asing.
Media
asal Singapura, The Straits Times memberitakan acara pelantikan
presiden Indonesia dengan judul "President Joko Widodo faces
test of leadership in second term." Channel News Asia turut
serta mengulas acara pelantikan dengan tajuk "Indonesia's Jokowi
kicks off fresh term with inauguration ceremony."
Beralih
ke media dari Kanada, media bernama CBC menuliskan sebuah artikel
dengan judul "Indonesia's Joko Widodo sworn in for 2nd term as
president."
sedang
media asal Inggirs, Reuters turut mengabadikan momen tersebut dalah
sebuah tulisan berjudul "Indonesia's Widodo faces test on reform
credentials in second term."
Tak
ketinggalan, media asal Kalispell, AS juga memberitakan dengan tajuk
"Indonesia's Popular President Sworn In For 2nd Term."
Pelantikan
Hari Minggu terjadi ketika kebekuan politik nasional cair, terutama
pasca-pertemuan dua kali Jokowi dengan Prabowo Subianto, rivalnya
dalam pilpres (Pertemuan pertama di Stasiun MRT Lebak Bulus pada
Sabtu (13/7), dan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10).
Sebelumnya, para pendukung Jokowi sangat resah dengan sikap Prabowo
dan Koalisinya yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
pelaksanaan pilpres. Pasca-penolakan seluruh gugatan oleh MK,
ternyata tidak menyurutkan agenda politik Prabowo untuk, dan
akhirnya,“ikut mewarnai kekuasaan”. Kondisi demikian, semakin
mengkhawatirkan kubu pro-Jokowi.
Pertemuan
Jokowi dengan Prabowo, kendatipun tidak menghapus formasi kepolitikan
yang sudah terbentuk , merupakan perkembangan politik penting dalam
proses komunikasi politik antar-elite nasional. Jokowi tampak
menyadari betul bahwa mencairkan kebekuan komunikasi adalah bagian
integral dari pekerjaannya sebagai presiden terpilih. Nyatanya,
Jokowi mampu memainkan peran sebagai komunikator politik “tanpa
beban”, ketimbang Megawati Soekarnoputri.
Gegap
gempitanya pelantikan Jokowi - Ma’ruf Amin pun manandai puncak
“euforia” pendukungnya. Masa bulan madu tengah berlangsung sejak
kemenangannya, dan pesta pelantikan menandai babak awal yang “pasang
naik”. Tumpuan harapan, terutama terhadap kebijakan-kebijakan yang
populis, segera dijatuhkan ke pasangan yang didukung oleh Koalisi
Indonesia Kerja (KIK) Jilid 2 itu. Para pendukungnya memang masih
belum dilekangkan dengan janji-janji populis kampanye pilpres yang
membuat harapannya melonjak.
“Kharisma”
Jokowi hadir dari gaya kepemimpinannya yang populis. Populisme
politik, meski pada periode pertama tidak menapikan banyak sekali
yang menafikannya. kendatipun tidak ada definisi baku terhadapnya,
sangat menonjol dalam kepemimpinan Jokowi sejak ia menjadi Walikota
Surakarta, kemudian Gubernur DKI Jakarta. Jokowi meringkasnya
populisme dalam istilah “blusukan”. Ia mendatangi warga dan
berbincang-bincang dengan mereka. Ia juga membuat kebijakan yang
kelihatannya sepele, tetapi membuat publik mengapresiasinya, setelah
terus-menerus diberitakan media massa.
Begitu
dilantik, maka Jokowi-KMA resmi masuk ke gelanggang politik
kenegaraan, sebagai aktor utama perpolitikan bangsa sebagai
representasi utama kelembagaan eksekutif. Indonesia menganut sistem
presidensial dalam pemerintahannya, karenanya, kendatipun bisa
direpotkan oleh parlemen, presiden punya kekuatan politik yang besar.
Pengelompokan politik parlemen ke dalam Pro Pemerintah dan Oposisi,
teoritis berdampak pada penguatan sistem presidensial. Karenanya
dengan realitas kepemimpinan parlemen yang didominasi penyeimbang,
tidak perlu dikhawatirkan, kendatipun menuntut kecanggihan komunukasi
politik.
Presiden
Jokowi dan Wapres Kiyai Ma’ruf Amin juga telah mengumumkan susunan
kabinetnya di halaman Istana Negara, pada Ahad Sore. Jokowi-KMA
memutuskan tidak menamakan kabinet mereka dengan Kabinet Kerja,
seperti yang sebelumnya diprediksi. Jokowi-KMA justru menamakan
Kabinet Kerja.
Dalam
sambutannya, Jokowi mengatakan penetapan menteri dilakukan dengan
hati-hati dan cermat. Hal ini agar menteri yang dipilih bisa bekerja
maksimal selama 5 tahun. Selain itu, Jokowi juga mencatat bahwa
langkah mereka melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
PPATK untuk mendapatkan tokoh yang akurat dan tepat..
Harapan
Semoga
saja di Priode Kedua ini Kasus-kasus besar tentang pelanggaran hukum,
tebang pilih dan penyelewengan kekuasaan semakin gamblang dan terang
pada masa lalu yang Korupsi bukan kepalang jumlahnya. Memang
terungkap dan menjadi isu besar yang coba untuk ditangani. Tapi bukan
itu saja masalahnya, para pembantu presiden sendiri yang terjerat isu
sumir tentang ini. Semoga tidak terjadi.
Tentang
gaya hidup, sudahlah, jangan dibahas dan ditanya. Tentang
menyenangkan hati penguasa, juga jangan didibicarakan lagi, sudah
sangat kasat mata. Semoga di kabinet ini benar apa yang menjadi
slogannya, merakyat dan bekerja...
Al
Marwazi pernah menceritakan, ketika baru menjabat sebagai khalifah
panglima dan pemimpin pasukannya menghadap Umar bin Abdul Aziz.
Mereka menawarkan agar sang khalifah menggelar pawai pasukan di
hadapannya lengkap dengan persenjataan mereka. “Tidak usah. Apa
bedanya aku dengan kalian? Aku hanyalah seorang laki-laki dari kaum
Muslimin!” tandas khalifah menolak usulan pamer kekuatan.
Tuan
presiden, apa bedanya Anda dengan kami? Anda juga seorang warga
negara Indonesia biasa, yang hari ini mendapat amanah berat melebihi
warga yang lainnya. Terlebih lagi, Anda juga seorang laki-laki di
antara kaum Muslimin yang kelak juga akan berdiri di depan Allah SWT
untuk diadili seadil-adilnya.
Tidak
perlu meminta semua yang istimewa, tapi lakukan semua dengan cara dan
hasil istimewa. Ingatlah kisah tentang sang khalifah, yang tak punya
anggaran untuk membeli anggur buat dirinya. Dan dengan ringan dia
menjawab tentang hal ini, “Ini lebih ringan daripada harus
menanggung rantai dan belenggu-belenggu berat kelak di neraka
jahanam!”
Selamat
datang pemerintahan Priode Ke dua Jokowi, selamat bekerja untuk
Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
dimuat di Kabar Banten edisi 26 Oktober 2019
Komentar
Posting Komentar